STATISTIKA
Sekitar tahun 1645 seorang ahli
matematika amatir, Chevalier de Mere, mengajukan beberapa permasalahan mengenai
judi kepada seorang ahli matematika Prancis, Blaise Pascal (1623 – 1662).
Pascal tertarik dengan permasalahan yang berlatar belakang teori ini dan
kemudian mengadakan korespondensi dengan ahli matematika Prancis lainnya yaitu
Pierre de Fermat (1601 – 1665), dan
keduanya mengembangkan cikal bakal teori peluang. Teori ini berkembang menjadi
cabang khusus dalam statistika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat
obyektif.
Peluang yang merupakan dasar dari
teori statistika merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani
Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Konsep statistika sering
dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi
tertentu. Abraham Demoivre (1667 – 1754) mengembangkan teori galat atau
kekeliruan (theory of error). Tahun
1757 Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut
(continuous distribution) dari suatu
variabel dalam suatu frekuensi yang cukup banyak. Pierre Simon De Laplace (1749
– 1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan
menemukan distribusi normal ; sebuah konsep yang mungkin paling umum dan paling
banyak dipergunakan dalam analisis statistika disamping teori peluang.
Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan oleh
Francis Galton (1822 – 1911) dan Karl Pearson (1857 – 1936).
Teknik kuadrat terkecil (least squares) simpangan baku dan galat
baku untuk rata – rata (the standard
error of the mean) dikembangkankan Karl Friedrich Gauss (1777 – 1855). Pearson
melanjutkan konsep – konsep Galton dan mengembangkan konsep regresi, korelasi,
distribusi chi–kuadrat dan analisis statistika untuk data kualitatif disamping
menulis buku The Grammar Of Science,
sebuah karya klasik dalam filsafat ilmu. William Searly Gosset yang terkenal
dengan nama samaran “Student” mengembangkan konsep tentang pengambilan contoh.
Disain Eksperimen dikembangkan oleh Ronald Alylmer Fisher (1890 – 1962)
disamping analisis varians dan kovarians, distribusi-z, distribusi-t, uji
signifikandan teori tentang perkiraan (theory
of estimation).
Demikianlah, statistika yang relatif
sangat muda dibandingkan dengan matematika, berkembang dengan sngat cepat
terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Dengan
memasyarakatnya berpikir ilmiah, mungkin tidak terlalu berlebihan apa yang
dikatakan oleh H.G. Wells bahwa suatu hari berpikir statistik akan merupakan
keharusan bagi manusia seperti juga membaca dan menulis.
STATISTIKA DAN CARA
BERPIKIR DEDUKTIF
Ilmu secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Pengujian
mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus –
kasus yang bersifat individual. Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan
kesimpulan secara deduktif. Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan
kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati
sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Untunglah dalm hal ini
statistika memberikan sebuah jalan keluar. Statistika memberikan cara untuk
dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya
sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara
kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yang pada
pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh
yang diambil, maka makintinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu
hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang
benar – benar terkait dalam suatu hubungn yang bersifat empiris. Meski dalam
penarikan kesimpulan secara induktif kekeliruan memang tidak bisa dihindarkan
dikarenakan alat – alat atau pancaindera manusia yang tidak sempurna yang dapt
mengakibatkan berbagai kesalahan dalam pengamatan, namun penarikan kesimpulan secara
statistic memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis,
dimana tanpa statistika hal ini tak
mungkin dapat dilakukan.
KARAKTERISTIK
BERPIKIR INDUKTIF
Kesimpulan yang didapat dalam berpikir deduktif merupakan
suatu hal yang pasti, di mana jika kita mempercayai premis – premis yang
dipakai sebagai landasan penalarannya, maka kesimpulan penalaran tersebu juga
dapat kita percayai kebenarannya sebagaimana kita mempercayai premis –
premis terdahulu. Hal ini tidak berlaku
dalam kesimpulan yang ditarik secara induktif, meskipun premis yang dipakainya
adalah benar penalaran induktifnya adalah sah, namun kesimpulannya mungkin saja
salah. Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekadar tingkat peluang
bahwa untuk premis – premis tertentu dapat ditarik. Statistika merupakan
pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif
berdasarkan peluang tersebut.
Penguasaan
statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah. Statistika harus
mendapat tempat yang sejajar dengan matematika agar kesetimbangan berpikir
deduktif dan induktif yang merupakan cirri dari berpikir ilmiah dapat dilakukan
dengan baik. Statistika merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk
memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode
ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan
menyimpulkan karakteristiksuatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi
secara kebetulan.
0 komentar:
Post a Comment