MATEMATIKA
MATEMATIKA
SEBAGAI BAHASA
Matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita samapaikan.
Lambang – lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna
diberikan padanya. Dalam hal ini dapat kita katakana bahwa matematika adalah
bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kubur, majemuk, dan emosional
dari bahasa verbal. Pernyataan matematik mempunyai sifat yang jelas, spesifik,
dan informative dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.
SIFAT
KUANTITATIF DARI MATEMATIKA
Matematika mengembangkan bahasa numerik
yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Bahasa
verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Untuk
mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran. Sifat
kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari
ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan
pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu
mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif.
MATEMATIKA :
SARANA BERPIKIR DEDUKTIF
Seperti diketahui berpikir deduktif
adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis – premis
yang kebenarannya telah ditentukan. Secara deduktif matematika menemukan
pengetahuan yang baru berdasarkan premis – premis yang tertentu. Pengetahuan
yang ditemukan ini sebenarnya hanyalah merupakan konsekuensi dari pernyataan –
pernyataan ilmiah yang telah kita temukan sebelumnya.
PERKEMBANGAN
MATEMATIKA
Ditinjau dari perkembangan maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yakni tahap sistematika, komprehensif, dan kuantitatif. Pada tahap sistematika maka ilmu mulai mengolong – golongkan obyek empiris ke dalam kategori – kategori tertentu untuk menemukan ciri – ciri yang bersifat umum dari anggota – anggota yang menjadi kelompok tertentu. Dalam tahap yang kedua kita mulai melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan yan lain, kategori yang satu dengan kategori yang lain, dan seterusnya. Tahap selanjutnya adalah tahap kuantitatif di mana kita mencari hubungan sebab akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang kita selidiki. Bahasa verbal berfungsi dengan baik dalam kedua tahap yang pertama namun dalam tahap yang ketiga maka pengetahuan membutuhkan matematika.
Griffits dan Howson (1974) membagi
sejarah perkembangan matematika menjadi empat tahap. Tahap yang pertama dimulai
dengan matematika yang berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan daerah
sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia yang dipergunakan dalam
perdagangan, pertanian, bangunan, dan usaha mengontrol alam seperti banjir.
Matematika mendapatkan momentum baru
dalam peradaban Yunani yang sangat memperhatikan aspek estetik dari matematika.
Dapat dikatakan bahwa peradaban Yunani inilah yang meletakkan dasar matematika
sebagai cara berpikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan definisi
tertentu. Dalam bukunya, Euclid pada 300 SM mengatakan bahwa orang Yunani
sangat memperhatikan ilmu ukur. Euclid mengumpulkan semua pengetahuan ilmu ukur
dalam bukunya Elements dengan
penyajian secara sistematis dari berbagai postulat, definisi, dan teorema.
Babak perkembangan matematika
selanjutnya terjadi di Timur di mana pada sekitar tahun 1000 bangsa Arab,
India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar. Mereka mendapatkan angka
nol dan cara penggunaan desimal serta mengembangakan kegunaan praktis dari ilmu
hitung dan aljabar yang telah dipergunakan dalam transaksi pertukaran pada Abad
Pertengahan saat perdagangan antara Timur dan Barat berkembang. Gagasan –
gagasan orang Yunani dan penemuan ilmu hitung dan aljabar itu dikaji kembali dalam
zaman Renaissance yang meletakkan
dasar bagi kemajuan matematika modern selanjutnya. Ditemukanlah diantaranya
kalkulus diferensial yang memungkinkan kemajuan ilmu yang cepat di abad ke – 17
dan revolusi industri di abad ke – 18.
BEBERAPA
ALIRAN DALAM FILSAFAT MATEMATIKA
Dalam
bagian terdahulu telah disebutkan dua pendapat tentang matematika yakni dari
Immanuel Kant (1724 – 1804) yang berpendapat bahwa matematika merupakan
pengetahuan yang bersifat sintetik apriori di mana eksistensi matematika
tergantung dari pancaindera serta pendapat dari aliran yang disebut logistic
yang berpendapat bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau
benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Akhir – akhir ini
filsafat Kant tentang matematika ini mendapat momentum baru dalam aliran yang
disebut intuisionis dengan eksponen
utamanya adalah seorang ahli matematika berkebangsaan Belanda bernama Jan
Brouwer (1881 – 1966). Disamping dua aliran ini terdapat pula aliran ketiga
yang dipelopori oleh David Hilbert (1862 – 1943) dan terkenal dengan sebutan
kaum formalis.
MATEMATIKA DAN
PERADABAN
Sekitar 3500 tahun SM bangsa Mesir
Kuno telah mempunyai simbol yang melambangkan angka – angka. Para pendetanya
merupakan ahli matematika yang pertama, yang melakukan pengukuran pasang
surutnya sungai Nil dan meramalakan timbulnya banjir, seperti apa yang sekarang
kita lakukan di abad ke – 20 di kota metropolitan Jakarta. Para pendeta dengan
sengaja menyembunyikan pengetahuan tentang matematika untuk mempertahankan
kekuasaan mereka. Matematika merupakan bahasa “artifisial” yang dikembangkan
untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Untuk itu makaa
diperlukan usaha tertentu untuk menguasai matematika dalam bentuk kegiatan
belajar. Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia.
0 komentar:
Post a Comment